“Inilah jalanku: aku dan orang-orang yang mengikutiku berdakwah kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik” (Yusuf:108).

Jama'ah Penuh Berkah

Tidak ada dakwah tanpa kepemimpinan. Kadar tsiqah antara qiyadah dan jundiyah menjadi penentu bagi sejauh mana kekuatan sistem jamaah, kemantapan langkah-langkahnya, keberhasilan dalam mewujudkan tujuan-tujuannya, dan kemampuannya dalam mengatasi berbagai tantangan dan kesulitan.

Bekerja Untuk Ummat

Dan Katakanlah: Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (9:105)

Inilah Jalan Kami

Katakanlah: Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada Termasuk orang-orang yang musyrik. (12:108)

Yang Tegar Di Jalan Dakwah

Biduk kebersamaan kita terus berjalan. Dia telah menembus belukar, menaiki tebing, membelah laut. Sayatan luka, rasa sakit, air mata adalah bagian dari tabiat jalan yang sedang kita lalui. Dan kita tak pernah berhenti menyusurinya, mengikuti arus waktu yang juga tak pernah berhenti.

Kesungguhan Membangun Peradaban

Semua kesungguhan akan menjumpai hasilnya. Ini bukan kata mutiara, namun itulah kenyataannya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang diusahakan dengan sepenuh kesungguhan.

Sabtu, 31 Desember 2011

ATSAR TAUHID DALAM KEHIDUPAN (Bagian ke-1)

أهَمِّيَّةُ عِلْمِ التَّوْحِيْدِ فِي الحَيَاةِ الدُّنْيَا
A. Bahaya Akibat Jahil terhadap Ilmu Tauhid (أَضْرَارُ الجَهْلِ بِعِلْمِ التَّوْحِيْدِ )
dakwatuna.com - Apa akibat negatif dari kejahilan terhadap ilmu tauhid dalam hidup manusia?
Pertama, orang yang tidak mengenal Penciptanya seperti orang buta di dunia ini, ia tidak tahu mengapa ia diciptakan, atau apa hikmah (tujuan) keberadaannya di atas bumi ini. Hidupnya berakhir dalam keadaan ia tidak tahu mengapa ia memulai hidup. Ia keluar dari dunia tanpa tahu mengapa ia dulu masuk ke dalamnya.
إِنَّ اللَّهَ يُدْخِلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ۖ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يَتَمَتَّعُونَ وَيَأْكُلُونَ كَمَا تَأْكُلُ الْأَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَّهُمْ﴿١٢﴾
“Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang mukmin dan beramal saleh ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. dan Jahannam adalah tempat tinggal mereka.” (QS. Muhammad: 12).
Kedua, siapa yang tidak beriman kepada hari akhir, maka ia ditipu oleh dunia, ia jadikan semua cita-cita dan ambisinya adalah bagaimana mewujudkan kepentingannya di dunia sebelum mati, mengambil yang halal dan haram, tidak peduli apakah itu membahayakan orang lain atau tidak karena yang penting adalah kepentingannya. Dengan sikap egois ini masyarakat menjadi cerai berai, interaksi dan hubungan sesama anggota masyarakat menjadi rusak, mereka saling membenci dan memerangi, tidak seperti masyarakat yang beriman dan berpegang teguh dengan agamanya.
Ketiga, bila kejahilan terhadap ilmu tauhid ini merata di masyarakat, maka aqidah atau keyakinan masyarakat akan rusak, lalu amal pun akan rusak, maksiat dan dosa tersebar luas, kemudian mengakibatkan turunnya hukuman Allah swt atas umat Islam yang mengabaikan atau meninggalkan prinsip agama mereka.
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ﴿٤١﴾
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Ruum: 41).
– Bersambung

Jumat, 30 Desember 2011

ISRAEL GALI KAWASAN SEKELILING MASJIDIL AQSHA

Al-Quds-PIP: Yayasan Al-Aqsha menegaskan, Israel melakukan penggalian terowongan di bawah dan sekitar Masjidil Aqsha, sejumlah infrastruktur yahudi dibangun disekitar masjid, hingga kemudian Masjidil Aqsha terkepung dari arah bawah oleh sejumlah jaringan terowongan dan dari bagian atas dengan permukiman yahudi.
Dalam keterangan pers, Kamis (29/12) Yayasan Al-Aqsha menyatakan, komite perencanaan dan pembangunan lokal pemkot Israel di Al-Quds telah menyetujui dalam sidang yang digelar kemarin rencana yang diajukan asosiasi pemukiman yahudi “Elad” untuk membangun dua proyek pemukiman di kota Silwan, yang terletak di bagian Selatan Masjidil Aqsha. Proyek pertama membangun pusat bisnis dan yahudisasi di lahan Palestina seluas 5460 M2 yang terletak di gerbang komplek Wadi Hulwa, beberapa meter dari gerbang Maghoribah, dimana jaringan terowongan telah dibuka secara resmi di wilayah ini.
Pemantauan yang dilakukan Yayasan Al-Quds di sekitar lapangan menyebutkan bahwa Israel melanjutkan bahkan menyegerakan penggalian dalam rangkaian rencana terpadu mengepung Masjidil Aqsha dengan infrastruktur yahudi.
Rencana kedua yang telah disetujui, mendirikan gedung yahudisasi yang besar di bagian kosong lahan Palestina yang terletak di ujung terowongan Yabusi di pusat kota Silwan. Gedung ini akan digunakan untuk wisata dalam proyek yahudisasi yang akan dinamakan dengan Pusat Wisata Kota Daud, di sepanjang gerbang kota Silwan –komplek Wadi Hulwa- dan berakhir di pusat kota Silwan di komplek Bustan dan Masjid Al-Ain. 

Sumber: infopalestina.com
 

MASIH HARUSKAH BERPACARAN

Allah memberikan rizki sesuai dengan kebutuhan hambaNya dan di waktu yang menurut Allah terbaik untuk kita mendapatkannya. Jodoh adalah salah satu rizki yang Allah persiapkan untuk kita.Allah akan memberikan jodoh pada kita di saat yang tepat. Bukan sesuai dengan keinginan kita. Seringnya kita menginginkan sesuatu hanya berdasarkan pada keinginan bukan pada kebutuhan. Allah Maha Tahu, kapan kita akan siap untuk menerima sebuah tanggung jawab besar untuk membentuk suatu peradaban kecil yang di mulai dari sebuah keluarga.
Karena menikah bukan hanya penyatuan dua insan berbeda dalam satu bahtera tanpa visi dan tujuan yang pasti, berlayar tanpa arah atau berlayar hanya menuju samudera duniawi. Menikah adalah penggenapan setengah agama karena menikah adalah sarana ibadah kepada Allah. Dalam tiap perbuatan di dalam rumah tangga dengan berdasarkan keikhlasan dan ketaqwaan maka ganjarannya adalah pahala. Tapi jika menikah hanya berdasarkan nafsu atau bahkan mengikuti perputaran kehidupan dunia, maka hasilnya pun akan sesuai dengan yang di niatkan.
Karena menikah adalah ibadah. Menikah adalah sunnah di anjurkan Rasulullah. Menimbun pahala yang terserak di dalam rumah tangga. Dan semua manusia yang normal pasti akan mendambakan suatu pernikahan. Merasakan suatu episode hidup dimana kita akan memulai segala sesuatu yang baru. Yang dahulu kita berperan sebagai seorang anak dengan berbagai kebahagiaan bermandikan kasih sayang orang tua. Maka menikah adalah suatu gerbang menuju pembelajaran menjadi orang tua kelak. Kita bukan lagi sebagai penumpang di mana mengikuti arah kehidupan yang di tentukan orang tua, melainkan kita akan menjadi driver untuk kehidupan kita sendiri kelak. Kita bisa saja mengikuti jalur yang telah di lewati orang tua, jika memang itu jalur yang tepat. Tapi jika jalur itu tak sesuai dengan arah tujuan kehidupan rumah tangga kita yaitu jalur keridhaan Allah, maka kita pun harus mencari jalur yang tepat.
Karena menikah itu adalah satu kebaikan maka seharusnya harus di mulai dengan yang baik pula. Misalnya, ketika kita ingin lulus ujian, maka kita harus belajar yang giat bukan bermalas-malasan.
Ayat Allah masih jelas tertera dalam kitabNya, bahwa pria yang baik akan mendapatkan wanita yang baik pula dan sebaliknya. Dan ayat itu masih sama dengan pada saat Allah turunkan beribu tahun yang lalu. Janji Allah pun tergambar melalui ayat itu dan Allah Maha Menepati janji. Lalu mengapa kita masih meragukan janji Allah itu??
Masih haruskah berpacaran??
Mengenal lawan jenis dengan dalih untuk mengenal pribadi masing-masing. Padahal kenyataannya, hanya sedikit kejujuran yang di tampakkan pada saat pacaran. Rasa takut yang besar untuk di tinggal pasangannya atau hendak mengambil hati pasangannya membuat mereka menyembunyikan keburukan yang terdapat dalam dirinya. Sudah menjadi rahasia umum, jika usia pacaran yang lama tak menjamin bahwa itu menjadi suatu jalan untuk memuluskan hubungan menuju jenjang pernikahan. Sudah tak menjamin adanya pernikahan setelah sekian lama menjalin masa pacaran, juga banyak di bumbui pelanggaran terhadap rambu-rambu Allah. Maksiat yang terasa nikmat.
Zaman sekarang, berpacaran sudah selayaknya menjadi pasangan suami istri. Si pria seolah menjadi hak milik wanita dan si wanita kepunyaan pribadi si pria. Mereka pun bebas melakukan apapun sesuai keinginan mereka. Yang terparah adalah sudah hilangnya rasa malu ketika melakukan hubungan suami istri dengan sang pacar yang notabene bukan mahram. Padahal pengesahan hubungan berpacaran hanya berupa ucapan yang biasa di sebut “nembak”, misalnya “I Love You, maukah kau menjadi pacarku?” dan di terima dengan ucapan “I Love You too, aku mau jadi pacarmu”. Atau sejenisnya. Hanya itu. Tanpa adanya perjanjian yang kuat (mitsaqan ghaliza) antara seorang hamba dengan Sang Pencipta. Tanpa adanya akad yang menghalalkan hubungan tersebut. Hubungan pacaran tak ada pertanggungjawaban kecuali pelanggaran terhadap aturan Allah. Karena tak ada yang namanya pacaran islami, pacaran sehat atau apalah namanya untuk melegalkan hubungan tersebut.
Kita berlelah melakukan hubungan pacaran. Melakukan apapun guna menyenangkan hati sang kekasih (yang belum halal) meskipun hati kita menolak. Jungkir balik kita mempermainkan hati. Hingga suka dan sedih karena cinta, cinta terlarang. Hati dan otak di penuhi hanya dengan masalah cinta. Kita menangis karena cinta, kita tertawa karena cinta, kita meraung-meraung di tinggal cinta, kita pun mengemis cinta. Hingga tak ada tempat untuk otak memikirkan hal positif lainnya. Tapi sayang, itu hanya cinta semu. Sesuatu yang semu adalah kesia-siaan. Kita berkorban mengatasnamakan cinta semu. Seorang pacar, hebatnya bisa menggantikan prioritas seorang anak untuk menghormati orangtua. Tak sedikit yang lebih senang berdua-duaan dengan sang pacar di banding menemani orangtua. Pacar bisa jadi lebih tau sedang dimana seorang anak di banding orang tuanya sendiri. Seseorang akan rela menyenangkan hati pacarnya untuk di belikan sesuatu yang di suka di bandingkan memberikan kejutan untuk seorang ibu yang melahirkannya. Seseorang akan lebih menurut pada perintah sang pacar di banding orang tuanya. Hubungan yang baru terjalin bisa menggantikan hubungan lahiriah dan batiniyah seorang anak dengan orangtua.
Jika pun akhirnya menikah, maka tak ada lagi sesuatu yang spesial untuk di persembahkan pada pasangannya. Sebuah rasa yang seharusnya di peruntukan untuk pasangannya karena telah di umbar sebelumnya, maka akan menjadi hal yang biasa. Tak ada lagi rasa “greget”, karena masing-masing telah mendapatkan apa yang di inginkan pada masa berpacaran. Bisa jadi, akibat mendapatkan sesuatu belum pada waktunya maka ikrar suci pernikahan bukan menjadi sesuatu yang sakral dan mudah di permainkan. Na’udzubillah.
Parahnya jika tiba-tiba hubungan pacaran itu kandas, hanya dengan sebuah kata “PUTUS” maka kebanyakan akan menjadi sebuah permusuhan. Apalagi jika di sebabkan hal yang kurang baik misalnya perselingkuhan. Kembali hati yang menanggung akibatnya. Kesedihan yang berlebihan hingga beberapa lama. Hati yang terlanjur memendam benci. Tak sedikit yang teramat merasakan patah hati dikarenakan cinta berlebihan menyebabkannya sakit secara fisik dan psikis. Juga ada beberapa kasus bunuh diri karena tak kuat menahan kesedihan akibat patah hati.
Terdengar berlebihan. Tapi itulah kenyataannya, hati adalah suatu organ yang sensitif. Bisa naik secara drastis, tak jarang bisa jatuh langsung menghantam ke bumi. Apa yang di rasakan hati akan terlihat pada sikap dan perilaku. Hati yang terpenuhi nafsu akan enggan menerima hal baik. Ada orang bilang, jangan pernah bermain dengan hati. Karena dari mata turun ke hati, kemudian tak akan turun kembali. Akan ada sebuah rasa akan mengendap di dalam hati. Jika rasa itu baik dan di tujukan pada seseorang yang halal (suami atau istri) maka kebaikan akan terpancar secara lahiriah. Bukan sebuah melankolisme yang kini merajalela.
Banyak pelajaran dari sekitar. Kenapa masih harus berpacaran??
Karena ingin ada teman yang selalu setia mendengar tiap keluh kesah?? Tak selamanya manusia bisa dengan rela mendengarkan keluhan manusia lainnya. Hanya Allah yang tak pernah berpaling untuk hambaNya. Bisa jadi secara fisik sang pacar rela mendengar dengan seksama, tapi dia juga manusia yang akan merasa bosan jika selalu di cecoki dengan berbagai keluhan.
Malu di bilang jomblo??
Jika dengan jomblo kita bisa terbebas dari rasa yang terlarang, kenapa harus malu?? justru kita akan merasa nyaman bercengkerama dengan Allah karena sadar hati kita hanya patut di tujukan kepadaNya bukan yang lain. Justru kita harus bangga, di saat yang lain berlomba untuk melakukan hal terlarang tapi kita menjauhinya. Kemudian tak akan ada perasaan was was karena telah melanggar aturan Allah. Kita bebas berkumpul dengan kawan-kawan tanpa ada kekangan dari orang yang sesungguhnya tak memiliki kewenangan terhadap diri kita.
Mungkin masih banyak lagi kesia-siaan dalam berpacaran. Dan sesungguhnya belum tentu sang pacar akan menjadi pasangan kita kelak.
Pacaran ibarat minuman beralkohol, banyak yang mengelak bahwa dengan berpacaran mereka memiliki semangat baru dan sederet hal positif yang mereka kumandangkan. Tapi sama halnya dengan alkohol, maka manfaat yang di dapat jauh lebih kecil di banding kemudharatan yang di hasilkan. Karena segala sesuatu yang di larang Allah, pasti ada sebab dan manfaatnya.
Kemudian ada yang berdalih, toh pacaran itu tidak merugikan orang lain. Tidak merugikan orang lain, namun hukum Allah jauh lebih baik untuk di ikuti ketimbang menurutkan hawa nafsu yang berakhir pada jurang kebinasaan.
Kembali ke pernikahan, suatu kebaikan maka tak pantas jika di awali dengan keburukan. Allah tak akan ingkar janji, karena jodoh telah Allah tetapkan di Lauh Mahfuzh. Tinggal kita melakukan usaha yang baik, yang Allah ridhai. Supaya tiap langkah kita, hanya berisi keridhaan Allah dan mendapat keberkahanNya. Aamiin.
(hanya sebuah catatan hati guna pengingat diri dan saudara seimanku)
Allahua’lam

MENGENAL ILMU TAUHID

Apakah ilmu tauhid itu? Ilmu tauhid adalah ilmu yang membahas pengokohan keyakinan-keyakinan agama Islam dengan dalil-dalil naqli maupun aqli yang pasti kebenarannya sehingga dapat menghilangkan semua keraguan, ilmu yang menyingkap kebatilan orang-orang kafir, kerancuan dan kedustaan mereka. Dengan ilmu tauhid ini, jiwa kita akan kokoh, dan hati pun akan tenang dengan iman. Dinamakan ilmu tauhid karena pembahasan terpenting di dalamnya adalah tentang tauhidullah (mengesakan Allah). Allah swt. berfirman:
أَفَمَن يَعْلَمُ أَنَّمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ أَعْمَى إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُواْ الأَلْبَابِ
“Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar, sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran.” (Ar-Ra’d: 19)
Bidang Pembahasan Ilmu Tauhid
Apa saja yang dibahas? Ilmu tauhid membahas enam hal, yaitu:
1. Iman kepada Allah, tauhid kepada-Nya, dan ikhlash beribadah hanya untuk-Nya tanpa sekutu apapun bentuknya.
2. Iman kepada rasul-rasul Allah para pembawa petunjuk ilahi, mengetahui sifat-sifat yang wajib dan pasti ada pada mereka seperti jujur dan amanah, mengetahui sifat-sifat yang mustahil ada pada mereka seperti dusta dan khianat, mengetahui mu’jizat dan bukti-bukti kerasulan mereka, khususnya mu’jizat dan bukti-bukti kerasulan Nabi Muhammad saw.
3. Iman kepada kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada para nabi dan rasul sebagai petunjuk bagi hamba-hamba-Nya sepanjang sejarah manusia yang panjang.
4. Iman kepada malaikat, tugas-tugas yang mereka laksanakan, dan hubungan mereka dengan manusia di dunia dan akhirat.
5. Iman kepada hari akhir, apa saja yang dipersiapkan Allah sebagai balasan bagi orang-orang mukmin (surga) maupun orang-orang kafir (neraka).
6. Iman kepada takdir Allah yang Maha Bijaksana yang mengatur dengan takdir-Nya semua yang ada di alam semesta ini.
Allah swt berfirman:
“آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللّهِ وَمَلآئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ
“Rasul telah beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya.” (Al-Baqarah: 285)
Rasulullah saw. ditanya tentang iman, beliau menjawab,
أنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ.
“Iman adalah engkau membenarkan dan meyakini Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan taqdir baik maupun buruk.” (HR. Muslim).
Kedudukan Ilmu Tauhid di Antara Semua Ilmu
Kemuliaan suatu ilmu tergantung pada kemulian tema yang dibahasnya. Ilmu kedokteran lebih mulia dari teknik perkayuan karena teknik perkayuan membahas seluk beluk kayu sedangkan kedokteran membahas tubuh manusia. Begitu pula dengan ilmu tauhid, ini ilmu paling mulia karena objek pembahasannya adalah sesuatu yang paling mulia. Adakah yang lebih agung selain Pencipta alam semesta ini? Adakah manusia yang lebih suci daripada para rasul? Adakah yang lebih penting bagi manusia selain mengenal Rabb dan Penciptanya, mengenal tujuan keberadaannya di dunia, untuk apa ia diciptakan, dan bagaimana nasibnya setelah ia mati?
Apalagi ilmu tauhid adalah sumber semua ilmu-ilmu keislaman, sekaligus yang terpenting dan paling utama.
Karena itu, hukum mempelajari ilmu tauhid adalah fardhu ‘ain bagi setiap muslim dan muslimah sampai ia betul-betul memiliki keyakinan dan kepuasan hati serta akal bahwa ia berada di atas agama yang benar. Sedangkan mempelajari lebih dari itu hukumnya fardhu kifayah, artinya jika telah ada yang mengetahui, yang lain tidak berdosa. Allah swt. berfirman,
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq) melainkan Allah.” (Muhammad: 19)
Al-Quran adalah Kitab Tauhid Terbesar
Sesungguhnya pembahasan utama Al-Quran adalah tauhid. Kita tidak akan menemukan satu halaman pun yang tidak mengandung ajakan untuk beriman kepada Allah, rasul-Nya, atau hari akhir, malaikat, kitab-kitab yang diturunkan Allah, atau taqdir yang diberlakukan bagi alam semesta ini. Bahkan dapat dikatakan bahwa hampir seluruh ayat Al-Quran yang diturunkan sebelum hijrah (ayat-ayat Makkiyyah) berisi tauhid dan yang terkait dengan tauhid.
Karena itu tak heran masalah tauhid menjadi perhatian kaum muslimin sejak dulu, sebagaimana masalah ini menjadi perhatian Al-Quran. Bahkan, tema tauhid adalah tema utama dakwah mereka. Umat Islam sejak dahulu berdakwah mengajak orang kepada agama Allah dengan hikmah dan pelajaran yang baik. Mereka mendakwahkan bukti-bukti kebenaran akidah Islam agar manusia mau beriman kepada akidah yang lurus ini.
Bagi seorang muslim, akidah adalah segala-galanya. Tatkala umat Islam mengabaikan akidah mereka yang benar -yang harus mereka pelajari melalui ilmu tauhid yang didasari oleh bukti-bukti dan dalil yang kuat– mulailah kelemahan masuk ke dalam keyakinan sebagian besar kaum muslimin. Kelemahan akidah akan berakibat pada amal dan produktivitas mereka. Dengan semakin luasnya kerusakan itu, maka orang-orang yang memusuhi Islam akan mudah mengalahkan mereka. Menjajah negeri mereka dan menghinakan mereka di negeri mereka sendiri.
Sejarah membuktikan bahwa umat Islam generasi awal sangat memperhatikan tauhid sehingga mereka mulia dan memimpin dunia. Sejarah juga mengajarkan kepada kita, ketika umat Islam mengabaikannnya akidah, mereka menjadi lemah. Kelemahan perilaku dan amal umat Islam telah memberi kesempatan orang-orang kafir untuk menjajah negeri dan tanah air umat Islam.

Kamis, 29 Desember 2011

KEDUDUKAN ILMU TAUHID DALAM ISLAM

A.   Iman adalah Asas Amal (الإِيْمَانُ أَسَاسُ العَمَلِ)
dakwatuna.com – Mengapa Allah SWT tidak menerima amal kecuali dari mukmin (yang beriman kepada Allah dengan iman yang sesuai syariat Islam)?
Sebab orang-orang yang tidak beriman kepada Allah, tak mengharapkan pahala dari-Nya, tidak takut dengan hukuman-Nya, beramal tanpa pernah menginginkan keridhaan-Nya, dan tak peduli apakah yang mereka lakukan halal atau haram, maka mereka jelas tidak berhak memperoleh ganjaran pahala atas amal mereka meskipun amalnya baik. Karena mereka adalah orang-orang kafir (mengingkari kenabian Muhammad SAW) yang tidak berusaha mencari agama Allah yang benar, tidak mau mendengar penjelasan ilahi yang dibawa oleh para rasul alaihimussalam, di samping itu, jika mereka mendengar ayat-ayat Allah dibacakan kepada mereka, mereka mengolok-olokkannya, sehingga wajar kalau amal mereka tertolak dan mereka mendapat sangsi atas kekafiran mereka.
وَقَدِمْنَا إِلَىٰ مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَّنثُورًا [٢٥:٢٣]
Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan,[1] lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan. (QS. Al-Furqaan: 23).
مَّثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ ۖ أَعْمَالُهُمْ كَرَمَادٍ اشْتَدَّتْ بِهِ الرِّيحُ فِي يَوْمٍ عَاصِفٍ ۖ لَّا يَقْدِرُونَ مِمَّا كَسَبُوا عَلَىٰ شَيْءٍ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الضَّلَالُ الْبَعِيدُ [١٤:١٨]
Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh. (QS. Ibrahim: 18)
وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّىٰ إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا وَوَجَدَ اللَّهَ عِندَهُ فَوَفَّاهُ حِسَابَهُ ۗ وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ [٢٤:٣٩]
Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya. (24: 39).
Sebagai contoh :
John (misalnya) masuk ke sebuah kebun besar yang bukan miliknya, ia menemukan beragam buah-buahan di dalamnya, lalu ia makan dan minum serta melakukan berbagai perbuatan: mencabut beberapa pohon dan menanam pohon yang lain tanpa seizin pemilik kebun. Sementara Muhsin (misalnya) masuk ke dalam kebun yang sama namun ia berkata pada dirinya sendiri: “Saya tidak akan melakukan apa-apa sebelum saya bertemu dengan pemilik kebun atau orang yang ditugaskan oleh pemilik kebun mewakilinya.” Lalu ia mulai mencarinya. Pada saat bertemu, pemilik kebun marah dan menolak apa yang dilakukan oleh John tapi John tidak peduli dan tetap melakukan apa yang ia kehendaki tanpa izin pemilik kebun. Sedangkan Muhsin mendengarkan dan mentaati semua arahan pemilik kebun. Siapakah yang berhak mendapat penghargaan dari pemilik kebun, John ataukah Muhsin? Apakah John berhak mendapatkan ucapan terima kasih apalagi bayaran atas apa yang telah ia lakukan meskipun baik?
Orang yang berakal pasti berkata bahwa Muhsinlah yang berhak mendapat penghargaan karena ia menuruti arahan dan aturan pemilik kebun, sedangkan John tidak memperolehnya karena perintah dan larangan dari pemilik kebun telah ia ketahui namun ia tak mau peduli, sehingga meskipun ada sebagian perbuatannya dianggap baik tetap saja ia tidak berhak memperoleh penghargaan.
Demikianlah, bumi ini dan semua isinya adalah milik Allah secara mutlak, para rasul-Nya adalah wakil Allah di bumi, orang yang beriman seperti “si Muhsin” yang beramal sesuai petunjuk Allah Penciptanya, dan orang kafir seperti “si John” yang berperilaku tanpa mau mengikuti petunjuk dan syariat Allah dan berpaling dari apa yang telah disampaikan rasul-Nya.
B.   Pintu Islam : Dua Kalimat Syahadat (بَابُ الإِسْلاَمِ : الشَّهَادَتَانِ)
Mengapa Islam menjadikan dua kalimat syahadat sebagai rukun yang pertama?
Sebab kalimat syahadatain kita adalah:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إلهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ
Pengakuan dan pernyataan dengan syahadat pertama berarti: Anda meyakini dan membenarkan bahwa alam semesta ini ada Pencipta yang telah mengadakannya dari ketiadaan, mengatur dan menyempurnakannya, bahwa Dialah satu-satunya yang berhak disembah – tak ada sekutu bagi-Nya – bahwa Anda adalah salah satu ciptaan-Nya. Sedangkan  syahadat kedua berarti Anda beriman, membenarkan dan meyakini bahwa Muhammad adalah utusan Allah SWT, Dia mengutusnya dengan membawa petunjuk dan penjelasan tentang hal-hal yang halal yang diridhai-Nya dan penjelasan tentang yang haram yang menyebabkan murka-Nya, bahwa dengan ketaatan Anda mengikuti Muhammad SAW berarti Anda telah merealisasikan ketaatan kepada Allah. Dan sudah sama-sama kita ketahui bahwa jika Anda tidak beriman dengan tauhid maka syahadat Anda dapat dikatakan batal atau tidak diterima.
JADI, kita harus mempelajari ilmu tauhid agar syahadat kita diakui, keislaman kita benar, dan agar amal kita diterima di sisi Allah SWT.
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ [٤٧:١٩]
Maka Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah. (QS. Muhammad: 19)
شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ ۚ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ [٣:١٨]
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Ali Imran:18).
Oleh karena itu, ilmu tauhid adalah dasar semua ilmu agama dan sekaligus ilmu yang paling baik.
C.   Kesimpulan (الخُلاَصَةُ)
  • Allah SWT tidak akan menerima amal orang-orang kafir, Dia hanya menerima amal mereka yang muslim (beriman kepada Allah sesuai syariat yang dibawa rasul-Nya).
  • Alasannya: karena orang kafir bisa jadi melakukan amal yang baik namun tidak menginginkan keridhaan Pencipta dan Pemilik dirinya bahkan ia tidak peduli apakah Allah ridha atau murka, maka ia berhak dihukum dan tak berhak mendapat pahala.
  • Pintu masuk Islam adalah dua kalimat syahadat. Sedangkan syahadat tidak akan sempurna jika seseorang tidak mengetahui ilmu tauhid. Oleh karenanya ilmu tauhid adalah ilmu paling penting menurut agama Islam.

Catatan Kaki:[1]Yang dimaksud dengan amal mereka di sini ialah amal-amal mereka yang baik-baik yang mereka kerjakan di dunia, amal-amal itu tak dibalas oleh Allah karena mereka tidak beriman.

A.   Iman adalah Asas Amal (الإِيْمَانُ أَسَاسُ العَمَلِ)
dakwatuna.com – Mengapa Allah SWT tidak menerima amal kecuali dari mukmin (yang beriman kepada Allah dengan iman yang sesuai syariat Islam)?
Sebab orang-orang yang tidak beriman kepada Allah, tak mengharapkan pahala dari-Nya, tidak takut dengan hukuman-Nya, beramal tanpa pernah menginginkan keridhaan-Nya, dan tak peduli apakah yang mereka lakukan halal atau haram, maka mereka jelas tidak berhak memperoleh ganjaran pahala atas amal mereka meskipun amalnya baik. Karena mereka adalah orang-orang kafir (mengingkari kenabian Muhammad SAW) yang tidak berusaha mencari agama Allah yang benar, tidak mau mendengar penjelasan ilahi yang dibawa oleh para rasul alaihimussalam, di samping itu, jika mereka mendengar ayat-ayat Allah dibacakan kepada mereka, mereka mengolok-olokkannya, sehingga wajar kalau amal mereka tertolak dan mereka mendapat sangsi atas kekafiran mereka.
وَقَدِمْنَا إِلَىٰ مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَّنثُورًا [٢٥:٢٣]
Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan,[1] lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan. (QS. Al-Furqaan: 23).
مَّثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ ۖ أَعْمَالُهُمْ كَرَمَادٍ اشْتَدَّتْ بِهِ الرِّيحُ فِي يَوْمٍ عَاصِفٍ ۖ لَّا يَقْدِرُونَ مِمَّا كَسَبُوا عَلَىٰ شَيْءٍ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الضَّلَالُ الْبَعِيدُ [١٤:١٨]
Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh. (QS. Ibrahim: 18)
وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّىٰ إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا وَوَجَدَ اللَّهَ عِندَهُ فَوَفَّاهُ حِسَابَهُ ۗ وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ [٢٤:٣٩]
Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya. (24: 39).
Sebagai contoh :
John (misalnya) masuk ke sebuah kebun besar yang bukan miliknya, ia menemukan beragam buah-buahan di dalamnya, lalu ia makan dan minum serta melakukan berbagai perbuatan: mencabut beberapa pohon dan menanam pohon yang lain tanpa seizin pemilik kebun. Sementara Muhsin (misalnya) masuk ke dalam kebun yang sama namun ia berkata pada dirinya sendiri: “Saya tidak akan melakukan apa-apa sebelum saya bertemu dengan pemilik kebun atau orang yang ditugaskan oleh pemilik kebun mewakilinya.” Lalu ia mulai mencarinya. Pada saat bertemu, pemilik kebun marah dan menolak apa yang dilakukan oleh John tapi John tidak peduli dan tetap melakukan apa yang ia kehendaki tanpa izin pemilik kebun. Sedangkan Muhsin mendengarkan dan mentaati semua arahan pemilik kebun. Siapakah yang berhak mendapat penghargaan dari pemilik kebun, John ataukah Muhsin? Apakah John berhak mendapatkan ucapan terima kasih apalagi bayaran atas apa yang telah ia lakukan meskipun baik?
Orang yang berakal pasti berkata bahwa Muhsinlah yang berhak mendapat penghargaan karena ia menuruti arahan dan aturan pemilik kebun, sedangkan John tidak memperolehnya karena perintah dan larangan dari pemilik kebun telah ia ketahui namun ia tak mau peduli, sehingga meskipun ada sebagian perbuatannya dianggap baik tetap saja ia tidak berhak memperoleh penghargaan.
Demikianlah, bumi ini dan semua isinya adalah milik Allah secara mutlak, para rasul-Nya adalah wakil Allah di bumi, orang yang beriman seperti “si Muhsin” yang beramal sesuai petunjuk Allah Penciptanya, dan orang kafir seperti “si John” yang berperilaku tanpa mau mengikuti petunjuk dan syariat Allah dan berpaling dari apa yang telah disampaikan rasul-Nya.
B.   Pintu Islam : Dua Kalimat Syahadat (بَابُ الإِسْلاَمِ : الشَّهَادَتَانِ)
Mengapa Islam menjadikan dua kalimat syahadat sebagai rukun yang pertama?
Sebab kalimat syahadatain kita adalah:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إلهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ
Pengakuan dan pernyataan dengan syahadat pertama berarti: Anda meyakini dan membenarkan bahwa alam semesta ini ada Pencipta yang telah mengadakannya dari ketiadaan, mengatur dan menyempurnakannya, bahwa Dialah satu-satunya yang berhak disembah – tak ada sekutu bagi-Nya – bahwa Anda adalah salah satu ciptaan-Nya. Sedangkan  syahadat kedua berarti Anda beriman, membenarkan dan meyakini bahwa Muhammad adalah utusan Allah SWT, Dia mengutusnya dengan membawa petunjuk dan penjelasan tentang hal-hal yang halal yang diridhai-Nya dan penjelasan tentang yang haram yang menyebabkan murka-Nya, bahwa dengan ketaatan Anda mengikuti Muhammad SAW berarti Anda telah merealisasikan ketaatan kepada Allah. Dan sudah sama-sama kita ketahui bahwa jika Anda tidak beriman dengan tauhid maka syahadat Anda dapat dikatakan batal atau tidak diterima.
JADI, kita harus mempelajari ilmu tauhid agar syahadat kita diakui, keislaman kita benar, dan agar amal kita diterima di sisi Allah SWT.
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ [٤٧:١٩]
Maka Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah. (QS. Muhammad: 19)
شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ ۚ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ [٣:١٨]
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Ali Imran:18).
Oleh karena itu, ilmu tauhid adalah dasar semua ilmu agama dan sekaligus ilmu yang paling baik.
C.   Kesimpulan (الخُلاَصَةُ)
  • Allah SWT tidak akan menerima amal orang-orang kafir, Dia hanya menerima amal mereka yang muslim (beriman kepada Allah sesuai syariat yang dibawa rasul-Nya).
  • Alasannya: karena orang kafir bisa jadi melakukan amal yang baik namun tidak menginginkan keridhaan Pencipta dan Pemilik dirinya bahkan ia tidak peduli apakah Allah ridha atau murka, maka ia berhak dihukum dan tak berhak mendapat pahala.
  • Pintu masuk Islam adalah dua kalimat syahadat. Sedangkan syahadat tidak akan sempurna jika seseorang tidak mengetahui ilmu tauhid. Oleh karenanya ilmu tauhid adalah ilmu paling penting menurut agama Islam.

Catatan Kaki:[1]Yang dimaksud dengan amal mereka di sini ialah amal-amal mereka yang baik-baik yang mereka kerjakan di dunia, amal-amal itu tak dibalas oleh Allah karena mereka tidak beriman.

TIGA HAL INDAH YANG MEMBUAT UMAR BIN KHATAB BETAH

Sosok Umar bin Khottob yang kita kenal sebagai Al-Farruq dan Amirul Mukminin yang tegas dan cerdas, serta mempunyai pengaruh yang kuat di kalangan sahabat, ternyata pernah tidak betah tinggal berlama-lama di dunia. Ini bukan kabar dari infotainment yang heboh dan menggelikan, namun pengakuan langsung dari yang bersangkutan. Setidaknya tercatat begitu jelas dalam Sunan Abi Saiid Mansur dalam Jilid Dua, yang mengabadikan pengakuan sekaligus curhat Umar bin Khottob tersebut, tertulis di dalamnya :

قَالَ عُمَرُ : لَوْلاَ ثَلاَثٌ لَسَرَّنِي أَنْ أَكُونَ قَدْ مُتُّ : لَوْلاَ أَنْ أَضَعَ جَبِينِي لِلَّهِ ، وَأُجَالِسَ أَقْوَامًا يَتَلَقَّطُونَ طَيِّبَ الْكَلاَمِ كَمَا يُتَلَقَّطُ طَيِّبُ الثَّمَرِ ، وَالسَّيْرُ فِي سَبِيلِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ.

Umar bin Khotob ra berkata : " Seandainya bukan karena tiga hal, niscaya aku ingin menghadap Allah (mati), (dalam riwayat : niscaya aku tidak suka tetap di dunia ini) yaitu karena Aku berjihad di jalan Allah, meletakkan keningku di tanah untuk bersujud kepada Allah, dan duduk bersama orang-orang yang memetik perkataan yang baik, sebagaimana dipetiknya buah yang ranum ". (HR Said Mansur)

Mari kita bedah sejenak, tiga hobby Umar bin Khottob di dunia yang ternyata membuat beliau betah berlama-lama tinggal di dunia. Rasanya kita tidak punya alasan lain kecuali berusaha untuk menghayatinya, dan tentu saja menirunya sekuat tenaga. Tiga hal tersebut adalah :

Pertama : Keindahan Ukhuwah dan Persahabatan
Berkumpul dengan teman sejawat, saudara sekampung, sesama alumni sekolah, atau teman bermain di kampung yang penuh nostalgia, adalah kebahagian tersendiri yang diinginkan setiap insan. Akan ada canda tawa yang hangat mengakrabkan, nasehat dan motivasi yang menguatkan, pertanyaan-pertanyaan yang menggugah dan menyemangati. Semua begitu indah untuk terlewatkan. Keindahaan ukhuwah mampu membawa kita untuk tetap menikmati dunia. Mari berbuat lebih banyak untuk teman dan saudara, agar keindahan ukhuwah ini tetap terjaga.

Setiap majelis ukhuwah tentu bernuansa peningkatan keimanan dan saling berbagi nasehat dan motivasi. Firman Allah SWT mengingatkan begitu dalam : “kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran “ (QS Al Ashr 3). Dan inilah memang yang dipraktekan oleh para sahabat, dimana mereka saling mengingatkan untuk sejenak berkumpul dan melingkar, meningkatkan iman di hadapan Allah SWT. Dahulu mereka berusaha sekuat tenaga untuk memelihara iman mereka, memeriksa amal-amal mereka, dan saling menasihati di antara mereka.

Umar bin al-Khatthab ra mengatakan kepada para sahabatnya, “Marilah, kita berkumpul sejenak untuk meningkatkan iman.”

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu mengatakan, “Duduklah bersama kami sejenak, kita akan menambah keimanan.” Beliau juga sering mengatakan di dalam doanya, “Ya Allah, tambahkanlah kepada kami iman, keyakinan, dan kepahaman.”

Abdullah bin Rawahah radhiyallahu’anhu memegang tangan sekelompok orang dari para sahabatnya seraya mengatakan, “Marilah, kita beriman barang sejenak. Marilah, kita mengingat Allah dan menambah keimanan dengan ketaatan kepada-Nya semoga Allah mengingat kita dengan ampunan-Nya.”

Mari memperbanyak majelis ukhuwah, nasehat dan keimanan bersama para sahabat kita. Dan bisa jadi saat ini hal-hal tersebut bisa kita dapatkan lebih mudah dengan social media yang bertebaran di jagat maya.

Kedua : Keindahan Khusyuk dalam Sholat dan Munajat
Kebahagiaan dunia lainnya adalah saat menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT, tenggelam dalam dzikr, munajat, dalam doa-doa yang terlantunkan. Khususnya di sepertiga malam yang sangat menjanjikan. Seharian penuh dengan rutinitas melelahkan, akan sangat mudah terhapus dengan tiga rekaat penutup di akhir malam. Inilah rahasia para pengemban risalah, mencari bekal ruhiyah di malam-malam harinya, untuk kemudian tampil berdakwah dan menyebar kebaikan bagi sesama keesokan harinya. Benar-benar membahagiakan.

Ketiga : Keindahan Jihad fi Sabilillah
Sesungguhnya di dalam kelelahan dan keletihan saat berjihad, berdakwah ada kepuasan yang menggemuruh dalam dada. Kebahagiaan muncul dalam jiwa yang peduli untuk berjihad dan membantu yang lainnya. Meski darah tertumpah, keringat bercucuran, ataupun harta terkuras begitu rupa, saat perjuangan usai ditorehkan dengan ikhlas, apapun hasilnya hanya akan menambah kebahagiaan dalam dada. Karenanya benarlah ungkapan hikmah yang menyatakan : " seorang dengan jiwa yang besar, akan membuat raganya kelelahan mengikuti keinginan jiwanya "

Selamat menjalankan tiga hobby mulia di atas. Salam optimis di hari Jumat yang semangat !

Sumber : www.indonesiaoptimis.com

MERAJUT UKHUWAH DAN MENJAUHI BURUK SANGKA

Rasulullah SAW memberikan pengandaian yang sungguh indah tentang kesatuan kaum muslimin. Beliau bersabda : "Perumpamaan kaum mukminin dalam cinta, simpati dan kasih sayang mereka seperti satu tubuh, jika salah satu dari organ tubuh ada yang sakit, seluruh tubuh mengeluh panas dan tidak bisa tidur karenanya. “ (HR Bukhori Muslim). Gambaran ukhuwah yang diliputi solidaritas dan semangat kebersamaan. Namun dalam perjalanan kehidupan, di tengah kehidupan bermasyarakat, atau berorganisasi pastilah muncul riak-riak yang mengganggu ukhuwah pada satu sisi, dan pada sisi yang lain sebenarnya menguji ukhuwah itu sendiri.

Betapa banyak bisnis bangkrut karena tak pandai merawat ukhuwah, partai tercerai berai karena semangat ukhuwah tertinggal saat musyawarah nasional, atau juga kelompok dakwah saling tunjuk hidung dan mencemooh karena tak lagi menghayati ukhuwah. Dan jika hal itu kemudian merambat menular ke sebuah organisasi dakwah, lengkap sudah segala kegelisahan yang melanda kita di kehidupan dunia ini.

Dalam sebuah organisasi dakwah, ukhuwah menjadi kekuatan kedua setelah keimanan. Disitulah seluruh energi keimanan bertaut dan bergerak dan menimbulkan kekuatan kebaikan yang luar biasa.  Sebaliknya, ukhuwah yang kurang optimal dalam implementasi, selalu melahirkan kelemahan berantai, merambah dan menular ke yang lainnya. Allah SWT telah mengingatkan dengan jelas dalam firman-Nya : " dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS al Anfaal 46)

Tahapan ukhuwah sebagaimana disebutkan para ulama, yang paling tinggi adalah itsar ( mendahulukan orang lain dari diri sendiri), sementara yang paling rendah adalah salamatus shodr (lapang dada) kepada saudara. Lapang dada ini adalah modal awal bertautnya ukhuwah, dan itu tidak mungkin terpenuhi tanpa kita menghilangkan segala benih prasangka dan buruk sangka kepada saudara kita. Larangan buruk sangka begitu jelas termaktub dalam Al-Quran : "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa" (QS Al Hujurot 12). Semoga kita mampu menjauhinya.
DOWNLOAD POWERPOINT OPTIMALISASI UKHUWAH

KLIK DISINI--> http://www.4shared.com/file/p30027OU/Seri_Ukhuwah.html

Rabu, 28 Desember 2011

MERAWAT ROMANTISME MENGEJAR SURGA

Dua puluh empat jam sehari modal yang kita punya untuk memesan tiket ke surga di langit sana. Padahal surga itu sangat indah dan tiketnya pun teramat mahal untuk dihitung dengan dinar emas, dirham perak, dolar, apalagi rupiah yang konsisten melemah. Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk segera mendapatkannya ? Berbondong-bondong memenuhi masjid, majlis dzikr, majlis ilmu agar mendapatkan segenap keutamaan ilmu dan ibadah ? Ataukah justru kita bertebaran di bumi Allah untuk mencari rizki sebanyak-banyaknya, lalu dengan harta itu kita turun ke jalan-jalan untuk menolong sesama, memberi makan yang kelaparan dan bantuan pada mereka yang membutuhkan sebagai bentuk investasi kita untuk Akhirat sana ? Ataukah justru kita menggua di mihrab masjid atau sudut-sudut kamar, meneggelamkan diri dalam lantunan tilawah, dzikr dan khusyuknya sholat nafilah hingga berurai air mata kita ? Ataukah justru ketiga-tiganya kita lakukan sekuat mungkin dengan tenaga kita yang terbatas serta dua puluh empat jam sehari yang kita punya ?

Rasanya-rasanya, jika kita nekat melakukan salah satu apalagi semuanya dengan mengambil sebagian besar waktu kita atas nama 'mengejar surga', pasti ada yang terzalimi. Mereka adalah anak istri kita, orang-orang yang berada di sekitar kita dan mencintai kita. Tidak sempat lagi ada canda tawa, ketenangan, apalagi romantis yang bertambah-tambah saat bersama mereka. Bagaimana mungkin kita bisa romantis, sementara kita pulang dan berkumpul dengan keluarga kita dengan energi sisa, membawa sejuta lelah yang tak terhingga. Padahal, romantis membutuhkan energi khusus, perhatian khusus, dan juga alokasi waktu khusus. Setelah cinta itu tumbuh dan romantis mulai berbunga, jangan biarkan layu hanya karena kita sibuk dan tak ada waktu untuk bersenda gurau bersama istri, atas nama berburu tiket ke surga.

Haruslah ada waktu-waktu khusus untuk romantis, dan itu sama sekali di luar sekian agenda ibadah khusus kita yang bertumpuk-tumpuk dalam rangka mengejar surga. Lagi pula, sejak awal bukankah kita sudah meniatkan romantis sebagai salah satu sarana kita mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat ? Hadits di bawah ini akan mengingatkan kita betapa memang ada waktu-waktu khusus dimana kita berhak untuk mengisinya dengan hal-hal romantis bersama istri atau keluarga kita.

Suatu ketika Handzalah al-Asidi curhat pada Abu Bakar As-Shiddiq. Ia sangat risau dan merasa menjadi seorang munafik. Pasalnya, saat berada dalam majlis Rasulullah SAW, Handzalah senantiasa  ingat akan surga dan neraka, namun saat kembali ke rumah dan bermain, bercanda dengan anak istri ia kembali lupa akan nasehat-nasehat Rasullah SAW. Uniknya, ternyata Abu Bakar juga mengalami hal yang yang tidak jauh berbeda. Khusyuk di majlis Rasulullah SAW dan kembali biasa saat berada di tengah-tengah keluarga.  Akhirnya mereka berdua sepakat mengadukan hal ini pada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam.

Lantas apa komentar beliau tentang kegelisahan dua sahabatnya tersebut ? Marahkah beliau mendengar keluhan tersebut ? Tidak, namun dengan tenang dan yakin, beliau bersabda : “ … Demi zat yang diriku dalam kekuasaannya. Sesungguhnya kalau kamu senantiasa menepati apa yang pernah kamu dengar ketika bersamaku dan juga tekun dalam zikir, niscaya malaikat akan menjabat tanganmu di tempat-tempat tidurmu dan dijalan-jalan kamu. Akan tetapi wahai Hanzhalah, sesaat (begini) dan sesaat (begitu) “ Beliau mengulangi ucapan ini sampai tiga kali. (HR Muslim (8/94) Tirmidzi (2/84) dan Ahmad (2/304))

Nah, ada saat-saat berharga bersama keluarga, anak dan istri, yang harus tetap diagendakan dalam mengisi hari-hari kita. Sesibuk apapun kita dalam mencari rizki-Nya, sekhusyuk apapun ibadah kita, tetap saja ada waktu-waktu khusus untuk merawat romantis Anda berdua. Banyak rangkaian hal romantis yang bisa Anda kerjakan di sela-sela kesibukan Anda dalam beribadah dan bekerja. Hal-hal romantis yang sederhana dan mestinya tidak membutuhkan waktu yang panjang, apalagi biaya yang besar. Sesaat di pagi hari, sesaat di siang hari, demikian seterusnya. Semuanya tersedia bagi Anda, yang sungguh-sungguh ingin merawat romantis sekaligus menjaga cinta Anda berdua. Dunia akan terharu dengan niat tulus suci Anda. Subhanallah

sumber : indonesiaoptimis.com

ADAB DALAM BERDAGANG

Bisnis, tijarah, atau berdagang adalah pekerjaan yang menyenangkan dan menguntungkan. Tapi, di sisi lain pekerjaan ini acapkali menimbulkan fitnah, baik berupa pertengkaran, percekcokan, bahkan sampai pembunuhan.
Rasulullah SAW telah menetapkan adab dan tata cara dalam segala aktivitas, termasuk dalam berbisnis. Kali ini mari kita telusuri bagaimana taujihat (arahan) Rasulullah dalam ber mu’amalah tijariyah.
Tidak ada unsur penipuan di dalamnya

Rasulullah SAW melewati tumpukan makanan, kemudian beliau memasukkan tangan ke dalamnya, kemudian tangannya menyentuh sesuatu yang basah. Beliau bersabda: “Apakah ini hai penjual makanan?”
“Itu terkena hujan ya Rasulullah.”
“Tidakkah kamu menjadikannya di atas, sehingga ia dapat dilihat orang-orang? Barangsiapa menipu kami, maka bukanlah golongan kami.” (HR. Muslim)
Tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut.

Dari Abu Hurairah ra: sungguh Rasulullah bersabda: “janganlah kalian melakukan Najsy (menaikkan harga dengan niat menarik orang lain agar membeli).” (Muttafaq Alaih).
Memberikan hak pembatalan bagi pembeli jika merasa tertipu

Dari Ibnu Umar, ia berkata: “Seorang laki-laki bercerita kepada Rasulullah SAW bahwa ia telah tertipu dalam jual beli. Maka Rasul bersabda: ‘Jika engkau berjual beli, maka katakanlah La khilab (tidak ada penipuan).” (Muttafaq Alaih).
Tidak boleh menjelekkan bisnis saudaranya, agar orang lain membeli kepadanya.

Dari Ibnu Umar ra: Sungguh rasulullah SAW bersabda: “Janganlah seseorang diantara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain, dan janganlah meminang pinangan saudaranya kecuali bila saudaranya telah member izin kepadanya.” (Muttafaq Alaih).
Dalam kenyataan sering terjadi percakapan-percakapan seperti berikut: “Bapak batalkan saja jual beli bapak dengan si fulan, saya akan jual barang yang sama kepada bapak dengan harga yang lebih murah dan lebih bagus kualitasnya…”

Barang yang dibeli harus jelas wujudnya.
Rasulullah SAW melarang pembelian yang tidak jelas wujudnya, karena kemungkinan besar di dalamnya terdapat pihak yang dirugikan.
Dari Ibnu Mas’ud ra: Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian membeli ikan di dalam kolam, karena sesungguhnya di dalamnya terdapat unsur penipuan.” (HR. Ahmad)
Pedagang dan pembeli harus berlapang dada.

“Allah merahmati seorang hamba yang berlapang dada dalam membeli, membayar, dan ditagih.” (HR. Bukhari)
Segera melunasi tunggakan yang menjadi tanggungannya.

Rasulullah SAW memuji seorang muslim yang memiliki perhatian terhadap pelunasan utangnya.
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang bagus dalam melunasi utangnya.” (HR. Hakim).
Tidak ada pelunasan utang yang lebih bagus, sampai-sampai dipuji Rasulullah, kecuali dilakukan sesuai dengan janji yang telah disepakati, tidak menahan-nahan uangnya apabila sudah tersedia. Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bahkan menjadikannya sebagai perbuatan zalim apabila seseorang menunda-nunda pembayaran utang padahal uangnya sudah tersedia.
Di sisi lain, rasulullah SAW mendo’akan orang yang berazam dengan setulus hati untuk membayar utangnya dengan tepat, agar Allah SWT memudahkannya dan memberinya rizki untuk melunasi utangnya itu.
Memberi tenggang waktu apabila pengutang belum mampu membayarnya.

“Barangsiapa yang menangguhkan orang yang kesulitan membayar utang atau membebaskannya, Allah akan memberinya naungan di bawah naungan-Nya pada hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya.” (HR. Muslim)
Dalam hadits lain Rasulullah menjadikan penangguhan itu sebagai shadaqah.
“Barangsiapa yang menangguhkan orang yang kesulitan membayar utang, maka baginya setiap hari sesuai dengan utang itu pahala shadaqah, sebelum jatuh tempo. Apabila sudah jatuh tempo, dan masih ditangguhkan, maka baginya setiap hari pahala shadaqah seperti dua kali jumlah utangnya.” (HR. Hakim).
Bisnis tidak boleh mengganggu aktivitas seorang muslim dalam taat kepada Allah dan berjuang di jalan-Nya.

“Jika kalian berjual beli dengan linah, dan mengambil ekor-ekor sapi (kiasan menyibukkan diri beternak) dan kalian puas dengan bercocok tanam sementara kalian meninggalkan jihad, Allah akan meliputi kalian dengan kerendahan, yang tidak dapat dicabut kecuali dengan kembalinya kalian kepada din kalian.” (HR. Hakim)
Jual beli linah adalah seseorang (A) yang membeli barang dari saudaranya (B) dengan harga tidak cash, kemudian si B membeli kembali barang itu dengan harga yang lebih murah, sementara si A masih punya utang.
Allah SWT memuji orang-orang yang tetap istiqomah di jalan Allah, tidak terganggu oleh aktivitas bisnisnya.
“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.” (QS. 24: 37).
Sumber: Ishlah, No. 19/Tahun II, 1994.

Selasa, 27 Desember 2011

HAMAS TEGASKAN DIRI SEBAGAI PERPANJANGAN IKHWANUL MUSLIMIN

Perdana Menteri Palestina Ismail Haniya menegaskan bahwa Harakah Al Muqawwamah Al Islamiyah (Hamas) adalah perpanjangan gerakan induk yang ada di Mesir, Ikhwanul Muslimin. Hal itu disampaikan Haniya dalam kunjungannya ke Mursyid Am Ikhwanul Muslimin di Mesir, Selasa (26/12).

Haniya juga menegaskan bahwa Hamas adalah pembela pertama kehormatan Mesir, sebagaimana ia adalah pembela Palestina dalam menghadapi “enitas kanker” Israel. Revolusi dan perubahan di dunia Arab, menurut Haniya, akan menjadi musim gugur bagi Israel.

“Musim semi Arab akan terus menjadi musim gugur bagi Israel. Rencana Zionis segera berakhir sedangkan konstanta isu Palestina tidak akan pernah berubah, apapun kondisinya,” kata Haniya.

Haniya menyatakan kepada anggota Ikhwanul Muslimin yang hadir dalam pertemuan tersebut bahwa mereka adalah satu. Pendiri Hamas, Syaikh Ahmad Yasin, adalah mata rantai dari jihad pendiri Ikhwanul Muslimin, Hasan Al Bana.

“Wahwai saudara-saudara yang mulia, kami adalah bagian dari anda dan anda adalah bagian dari kami, anda adalah nadi kehidupan dan kami adalah pembela pertema keamanan Mesir dan kehormatannya dalam menghadapi penjajah yang menjadi kanker umat,” tambah Haniya.

Haniya mengatakan bahwa Hamas, setelah menduduki kekuasaan melalui pemungutan suara, gerakan ini menghadapi perang tiga demensi. Mulai dari blokade, isolasi politik, pembunuhan, pengusiran, dan penghancuran institusi-institusi akibat penolakan entitas Zionis Israel untuk menerima hasil pemungutan suara dan meminta penghentian perlawanan serta mengakui penjajah Israel.

Sementara itu Mursyid Ikhwan, Dr. Muhammad Badi, menghargai jihad dan perjuangan gerakan Hamas. Dia menyatakan bahwa gerakan ini telah banyak mempersembahkan pengorbanan demi isu utama kaum muslimin. Menurutnya, rezim Mesir yang sebelumnya telah membuat tembok dan pembatas antara Ikhwan dengan jantungnya, yakni antara ikhwan dengan Hamas dan rakyat Palestina.

Badi juga menyampaikan penghargaan kepada angkatan bersenjata dan dinas intelijen umum Mesir yang bergerak demi kepenetingan isu Palestina setelah revolusi, ini sangat kelihatan dalam memulai rekonsiliasi dan pembukaan gerbang perlintasan. [IK/IP]

Senin, 26 Desember 2011

MENGHIDUPKAN HATI

أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَالَهُ نُورًايَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا
“Dan apakah orang yang sudah mati (hatinya) kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya?” (QS. Al An’aam : 122 )
Terang dan gelapnya hidup manusia, serta lapang dan sempitnya jiwa dalam melaluinya, sangat bergantung dengan hati, karena hati adalah pusat kehendak, jika hati melambung tinggi ke langit karena merasakan kenikmatan beribadah, anggota tubuh mengikutinya. Jika hati terkotori sehingga ia tersungkur kedalam lumpur kehinaan, maka tak ada lagi kebahagiaan yang dirasakan oleh jiwa.  Hati yang terikat kuat dengan Dzat yang Maha Kokoh, tidak akan pernah membuat jiwa jatuh ke dalam kehinaan.
"Jika hati hanya berpedoman kepada badan, maka ia hanya akan ketakutan oleh
batas usia, oleh mati, oleh kemelaratan, oleh ketidakpunyaan. Jika pikiran
hanya mengurusi badan, jika pikiran tak kenal ujung maka ia akan rakus
kepada alam, akan membusung dengan keangkuhan, kemudian kaget dan kecewa
oleh segala yang dihasilkan. "
Begitulah ungkapan Emha Ainun Najib dalam salah satu puisinya dalam buku "Dari Pojok Sejarah".
Allah menginginkan agar kita sebagai umat-Nya mempunyai hati yang selalu terhubung kuat kepada-Nya. Dengan hati yang melekat kepada-Nya maka jiwa akan selalu pasrah dan redho dengan segala kehendak dan skenario-Nya, kemudian jiwa dapat mengikuti dan bertindak sesuai dengan kehendak-Nya. Namun tidak dapat dipungkiri dalam hidup kita, keterikatan hati kepada Allah, sering kali lemah, karena ikatan lain yang lebih kuat mencengkramnya. Diantara ikatan yang mengikat hati itu adalah:
Pertama, hati terikat kepada harta.
Kuatnya tarikan harta yang mengikat hati kadangkala mendominasi seluruh energi kita, sehingga gerakan dari setiap langkah dan pikiran kita dari bangun tidur sampai tidur lagi tidak lain kepada harta. Sehingga bagi sebagian orang, orientasi hidupnya adalah harta, sedangkan keterikatan hatinya pada Allah, hanya sekedar bakti untuk melepaskan kewajiban semata, atau bahkan yang lebih parah lagi, kewajiban itu dilupakan sama sekali, karena ikatan hatinya kepada Allah sudah tidak ada lagi. Maka jika harta seseorang diambil kembali oleh Allah maka ada dua hal yang mungkin terjadi, pertama:  ia akan stres atau frustrasi, bahkan jika berlarut, tidak mustahil akan sampai pada tindakan bunuh diri. Kedua:  ia akan menempuh jalan yang keliru untuk menghasilkan harta seperti korupsi, mencuri, merampok, menipu dan lain sebagainya.
Orang semacam ini tidak akan pernah puas dalam hidupnya. Jika hartanya sedikit, ia ingin yang banyak. Jika sudah banyak, ingin yang lebih banyak lagi, demikian seterusnya.  Bahkan seperti kata Rasulullah, "Jika ia memiliki satu gunung emas seperti gunung Uhud, ia ingin memiliki satu gunung emas lagi."
Kedua, hati yang terikat kepada keluarga yang dikasihi.
Mencintai dan mengasihi orang tua, anak, istri, suami atau siapa saja, bukanlah suatu yang dilarang, namun yang tidak diperbolehkan adalah mencintai mereka melebihi cinta kepada Allah dan berjuang di jalan-Nya. Seperti yang disinggung oleh Allah dalam firmannya: "Katakanlah: "jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS. At-Taubah: 24)
Orang-orang yang hatinya terikat begitu kuat dengan yang mereka sayangi, kadangkala tidak dapat menolak saat dihadapkan kepada pilihan, apakah ia lebih memilih untuk menyenangkan hati mereka daripada menyenangkan Allah dengan menjalankan perintah-Nya. Nabi Ibrahim telah memberikan teladan yang baik kepada kita, walaupun Ia begitu mengasihi anaknya Ismail, namun hatinya tetap terikat kuat kepada Allah. Sehingga ia penuhi perintah Allah tanpa ragu saat diminta menyembelinya. Begitu pula saat ia tinggalkan istrinya Siti Hajar, di tanah tandus Makkah, tanpa makanan dan minuman guna untuk melaksanakan perintah Allah.  Namun di sanalah hikmah yang agung, Allah memberikan karunia yang luar biasa kepada Istri Hajar dan anaknya Ismail  dengan buah-buahan dan air Zam-zam yang mengalir tiada henti sampai saat ini.
Ketiga, hati yang terikat pada kebiasaan tertentu.
Selain kepada harta dan orang-orang yang disayangi, hati juga dapat terikat kepada kebiasaan-kebiasaan tertentu. Kita begitu mencintai kebiasaan-kebiasaan itu sehingga tanpa kita sadari kebiasaan itu menjauhkan hati kita dari Allah. Kebiasaan semacam ini terbagi ke dalam dua kategori:
Pertama: Kebiasaan yang mengarah kepada dosa dan maksiat. Hati yang sudah melekat dengan dosa, akan sangat susah meninggalkannya, apalagi jika hati sudah menghitam, maka akan sangat sulit dibersihkan.
Kedua: Kebiasaan umum, yaitu kebiasaan yang berhubungan dengan hobi atau kegemaran, seperti menonton TV, sepak bola, dan hal lain yang sejenis. Jika hati telah terikat kuat dengannya maka kebiasaan ini dapat membawa kita kepada dosa, bahkan perintah Allah dinomor sekiankan.
Shohibul Zhilal mengatakan: "Sesunguhnya jiwa yang tunduk kepada hawa nafsu, meremehkan dan mempermainkan perkara-perkara suci adalah jiwa yang sakit. Sikap yang tunduk kepada hawa nafsu tidak akan mampu menanggung beban tanggung jawab. Jiwa yang bertanggung jawab adalah jiwa yang kuat, sungguh-sungguh dan penuh kesadaran. Sedangkan, jiwa yang tunduk kepada hawa nafsu, tidak memiliki kesadaran dan meremehkan segala hal. Setiap jiwa yang kosong dari kesungguhan, semangat dan kesucian, maka ia akan berubah kepada gambaran yang sakit dan tercelah seperti yang dilukiskan Al-Quran. Jiwa yang sakit telah mengubah haluan kehidupan kepada senda gurau dan kekosongan yang tidak memiliki tujuan dan juga penopang."
Sedangkan bagi orang beriman yang hatinya selalu terhubung dengan Allah, di saat hatinya bersentuhan dengan Al-Quran maka hati mereka serta merasakan ketenangan, lalu tumbuhlah perhatian yang membuat hati mereka tidak terlalu peduli dari dunia dan segala kenikmatannya.
Dalam keterangan Al Amidi terdapat biografi singkat dari Amir bin Rabiah, bahwa seorang arab mampir ke rumahnya, dan dia memuliakannya, kemudian orang arab itu datang lagi kepadanya setelah dia mendapat jatah tanah dan berkata kepadanya, "Sesungguhnya aku telah mendapatkan jatah suatu lembah tanah arab dari Rosulullah dan aku ingin membagikan kepadamu suatu bagian darinya untukmu dan keluargamu sesudah sepeninggalmu."  Amir menjawab, "aku tidak membutuhkan bagian dari tanahmu, karena hari ini turun surah dari Al-Quran yang membuat kami kami melupakan segala urusan dunia, yaitu firman Allah: "Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling.Tidak datang kepada mereka suatu ayat Al Quran pun yang baru (di-turunkan) dari Tuhan mereka, melainkan mereka mendengarnya, sedang mereka bermain-main, (lagi) hati mereka dalam keadaan lalai."(QS. Al-Anbiyaa: 1-3) 
Inilah perbedaan antara hati yang hidup, responsif dan terpengaruh dengan peringatan  Allah dengan hati yang mati, lalai, dan keras. Hati mati yang mengkafani mayatnya dengan main-main, memakaikan pakaian kekerasan dengan hawa nafsu, dan tidak terpengaruh sedikitpun dengan peringatan karena ia tidak memiliki tiang-tiang kehidupan.
Hati yang hidup adalah hati yang ketika ditawarkan berbagai macam perbuatan keji, maka dengan kesadarannya dia akan menjauh darinya dan membenci perbuatan-perbuatan tersebut, bahkan tidak condong sedikitpun kepadanya.
Berbeda  halnya dengan kondisi hati yang mati. Sesungguhnya hati yang mati tidak akan bisa membedakan antara kebaikan dan keburukan. Sebagaimana ungkapan Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu :
هلك من لم يكن له قلب يعرف به المعروف والمنكر
“Celakalah bagi mereka yang tidak memiliki hati, yaitu hati yang bisa mengenal manakah kebaikan dan manakah keburukan”.
Hati yang sakit adalah hati yang terserang penyakit syahwat. Sesungguhnya hati yang demikian akan condong kepada keburukan yang ditawarkan kepada dirinya, dikarenakan lemahnya hati tersebut. Kecondongannya terhadap kebatilan akan berbanding lurus dengan parah dan tidaknya penyakit yang bersarang di dalam hatinya.
Terkadang penyakit hati yang bersarang di dalam hati seseorang semakin bertambah parah, dan sang pemilik hati tidak menyadarinya, dikarenakan dirinya berpaling dari mengenal hati yang sehat dan sebab-sebab yang bisa menghantarkan kepada sehatnya hati. Namun ada yang lebih parah dari keadaan ini, yaitu orang yang hatinya mati, namun dirinya tidak merasakan kematian hatinya. . (Lihat pnjelasan Ibnu Abil ‘Izz Al Hanafi dalam Syarah Aqidah Ath Thahawiyah, Darul ‘Aqidah, halaman 253-254)
Sungguh hal yang demikian, yaitu mati dan kerasnya hati ini merupakan bahaya yang sangat besar, sebagaimana dikatakan oleh Malik ibnu Dinar rahimahullahu:Sesungguhnya Allah memiliki berbagai macam hukuman yang menimpa hati dan badan, yaitu sempitnya penghidupan dan lemah dalam beribadah, dan tidaklah ada sesuatu yang lebih bahaya menimpa seorang hamba melainkan kerasnya hati.” (Hilyatul Auliya’, Abu Nu’aim Al Ashbahany, Maktabah Syamilah)
Sebuah perumpamaan yang sederhana, kita mungkin pernah melihat ikan yang dikeluarkan dari air, kita dapati ikan tersebut menggelapar-gelepar di atas tanah, bila keadaan itu  berlangsung dalam waktu yang lama, bisa dipastikan ikan itu akan mati.
Sesungguhnya Allah swt  menciptakan hati dan menjadikan sumber kehidupan dan ketenangannya adalah dengan mengenal Allah, mencintai-Nya dan selalu ingat pada-Nya, berenang mengarungi samudra-Nya berupa Al-Quran.  Dengan melakukan hal itu,  hati akan hidup  dan selalu bisa  merasakan nikmat-nikmat Allah. Dengan hidupnya hati, ia akan memberi cahaya pada jalan-jalan kehidupan  yang dilalui.
Namun bila hati diletakkan pada dunia, cinta padanya dan dunia mendapat tempat di dalam hati, maka dipastikan hati tersebut tidak akan pernah bisa tenang dan tentram dalam arti yang sesungguhnya. Walaupun secara zahir nampak  ketenangan dan kebahagiaan, tapi ia hanya bersifat sementara bahkan kesenangan yang menipu.
Allah swt berfirman : Ketahuilah, bahwa dengan berzikir kepada Allah, hati  menjadi tenang (Qs. Ar-Ra`du : 28)
Ketika hati lalai dari mengingat Allah, ia akan selalu resah, gelisah, dan tidak pernah merasa tentram, iapun akan menggelepar-gelepar, kemudian hati akan sakit dan pada akhirnya akan mati seperti matinya ikan di daratan.
"Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati."(QS. Qaaf: 37 )
Salah satu ciri hati yang hidup adalah lapang hatinya dalam menerima ajaran Islam. Allah berfirman: "Maka apakah orang-orang yang dibukakan hatinya oleh Allah untuk menerima agama Islam niscaya dia berada di atas cahaya Tuhannya" (QS. Az-Zumar: 22).
Suatu ketika Rasulullah ditanya tentang bagaimana hati bisa lapang? Beliau menjawab: "Apabilah cahaya itu masuk ke dalam hati maka hati tersebut akan lapang dan terbuka". Kemudian beliau ditanya lagi, apa tanda-tandanya wahai Rasulullah? Beliau menjawab: "Mempersiapkan diri menuju tempat keabadian (akhirat), dan 'mengasingkan' diri dari tempat yang menipu (dunia), serta mempersiapkan diri sebelum datangnya kematian." (HR. Hakim, dan Baihaqi dalam Kitab Az-zuhd).
Maka memperbaiki hati dan menghidupkannya dengan terus mempelajari Islam adalah suatu kewajiban bagi setiap hamba beriman, karena dengan baiknya hati maka akan baiklah seluruh kehidupan kita. Rasulullah saw bersabda: "Di dalam jasad itu ada segumpal darah, bila rusak, maka rusaklah seluruh tubuh dan bila sehat maka sehatlah seluruh tubuh, segumpal darah itu adalah hati."                           
Wallahu a'lam bishowaab.
Oleh H. Zulhamdi M. Saad, Lc

ISRAEL BINGUNG TERHADAP RENCANA HANIYA BERKUNJUNG KE NEGARA ARAB

Gaza - Thahir Nunu, Jubir Pemerintah Palestina menyatakan, kebingungan Israel terkait safari kunjungan Haneya ke sejumlah Negara Arab tidak penting bagi kami. Nunu menegaskan bahwa Israel ingin mencekik pemerintahan Gaza dan menggulingkannya sejak hari pertama bekerja.
Dalam pernyataannya kepada kantor berita Syarqul Aushat, Kamis (22/12) Nunu menjelaskan bahwa kunjungan PM Haneya ini merupakan yang pertama sejak Gaza diblokade lima tahun lalu. Nunu menegaskan tekad pemerintah Gaza untuk membangun hubungan yang kuat dengan seluruh negara Arab.
Menurutnya, Israel khawatir PM Haneya menyebarkan gambaran menyeluruh kepada pihak luar seputar hakikat yang disebabkan blokade Gaza.
Mengenai alasan kunjungan dan waktunya, Nunu menyatakan, waktu belum ditentukan. Kunjungan ini dilakukan usai deal pertukaran tawanan yang berhasil membebaskan 1027 tawanan Palestina, serta situasi positif terkait rekonsiliasi Palestina, dan saat ini waktu yang tepat untuk melakukan kunjungan ke sejumlah negara Arab.
Nunu menyebutkan, dalam kunjungannya Haneya akan membahas persoalan rekonstruksi Gaza dan pengembangan ekonomi serta persoalan pengangguran.
Pemerintah Gaza mengumumkan bahwa kunjungan luar negeri Haneya dijadwalkan ke sejumlah negara seperti Qatar, Turki, Tunisia dan Bahrain. Ditegaskan bahwa perubahan yang terjadi karena revolusi musim semi Arab sangat menguntungkan persoalan Palestina.

Sementara itu pihak Israel mengungkapkan kebimbangannya akan rencana kunjungan ini. Koran Jerussalem Post menyebutkan, pemerintah Israel merasa bingung dengan rencana Haneya mengunjungi sejumlah negara Arab dan Islam. Ini merupakan kali pertama sejak kemenangan aktifis Islam di dunia Arab. Kunjungan ini menambah kekhawatiran Israel akan hasil negatif yang diciptakan oleh musim semi Arab.

Sumber: InfoPalestina

Minggu, 25 Desember 2011

SHUHAIB BIN SINAN, SANG PENDAMPING SETIA RASULULLAH

RASULULLAH Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah berkata bahwa orang-orang yang paling pertama dan utama masuk Islam ada empat. Pertama, Rasullulah sendiri, sebagai tokoh dari Arab. Kedua, Shuhaib bin Sinan sebagai tokoh dari Romawi. Ketiga, Bilal sebagai tokoh dari Abyssina. Dan keempat, Salman al-Farisi sebagai tokoh dari Farsi.

Shuhaib bin Sinan memang berasal dari Romawi. Bahkan, nama al-Rumi yang kerap digandengkan kepada namanya berasal dari kata Romawi. Namun, catatan sejarah menunjukkan, nenek moyang Shuhaib sebetulnya berasal dari Arab, dan merupakan keluarga terhormat.

Nenek moyang Shuhaib pindah ke Iraq jauh sebelum datangnya Islam. Di negeri ini, ayah Shuhaib diangkat menjadi hakim dan walikota oleh Kisra, Raja Persia . Shuhaib dan orangtuanya tinggal di istana yang terletak di pinggir sungai Eufrat ke arah hilir Jazirah dan Mosul . Mereka hidup dalam keadaan senang dan bahagia.

Suatu ketika datang orang-orang Romawi menyerbu dan menawan sejumlah penduduk, termasuk Shuhaib. Setelah ditawan, Shuhaib dijualbelikan sebagai budak dari satu saudagar ke saudagar lain. Ia menghabiskan masa kanak-kanak dan permulaan masa remaja di Romawi sebagai budak. Akibatnya, dialeknya pun sudah seperti orang Romawi.

Pengembaraannya yang panjang sebagai budak akhirnya berakhir di Makkah. Majikannya yang terakhir membebaskan Shuhaib karena melihat kecerdasan, kerajinan, dan kejujuran Shuhaib. Bahkan, sang majikan memberikan kesempatan kepadanya untuk berniaga bersama.

Memeluk Islam

Perihal keislaman Shuhaib, diceritakan oleh sahabatnya, 'Ammar bin Yasir. Suatu ketika, 'Ammar berjumpa Shuhaib di muka pintu rumah Arqam bin Abu Arqam. Saat itu Rasulullah masih berdakwah secara sembunyi-sembunyi di rumah tersebut.

“Kamu mau kemana?” tanya `Amar.

Shuhaib balik bertanya, “Dan kamu hendak kemana?”

“Aku mau menjumpai Rasulullah untuk mendengarkan ucapannya,” jawab 'Ammar.

“Aku juga mau menjumpainya,” ujar Shuhaib pula.

Lalu mereka masuk ke dalam rumah Arqam menemui Rasulullah. Keduanya mendengar secara khidmat penjelasan tentang aqidah Islam hingga petang hari. Setelah itu, keduanya menyatakan diri memeluk Islam. Secara sembunyi-sembunyi mereka kemudian keluar dari rumah itu.

Hijrah

Ketika Rasulullah hendak berhijrah ke Madinah, Shuhaib ikut serta. Ada yang mencatat bahwa Shuhaib telah menyembunyikan segala emas, perak, dan kekayaan yang dimilikinya sebagai hasil perniagaan bertahun-tahun di Makkah sebelum pergi hijrah. Catatan lain menyebutkan bahwa harta tersebut hendak ia bawa ke Madinah.

Rencananya, Shuhaib akan menjadi orang ketiga yang akan berangkat ke Madinah setelah Rasulullah dan Abu Bakar. Namun, orang-orang Quraisy telah mengetahui rencana tersebut. Mereka mengatur segala persiapan guna menggagalkannya.

Ketika hijrah akan dilakukan, pasukan Quraisy menyerbu. Malang nasib Shuhaib. Ia masuk perangkap dan tertawan. Akibatnya, kepergian Shuhaib ke Madinah tertunda, sementara para sahabat yang lain bisa meloloskan diri.

Saat orang-orang Quraisy lengah, Shuhaib langsung naik ke punggung unta dan memacu sekencang-kencangnya menuju gurun yang luas. Tentara Quraisy segera memburu dan hampir berhasil menyusulnya. Tiba-tiba Shuhaib berhenti dan berteriak:

“Hai orang-orang Quraisy, kalian mengetahui bahwa aku adalah ahli panah yang paling mahir. Demi Allah, kalian tak akan berhasil mendekatiku sebelum kulepaskan semua anak panah yang berada dalam kantong ini. Dan setelah itu aku akan menggunakan pedang untuk menebas kalian sampai senjata di tangan ini habis semua. Nah, majulah ke sini kalau kalian berani! Tetapi kalau kalian setuju, aku akan tunjukkan tempat penyimpanan harta benda milikku asal kalian membiarkan aku pergi.”

Ibnu Mardaweh meriwayatkan dari Utsman an-Nahdiy dari Shuhaib bahwa pasukan Quraisy saat itu berkata, “Hai Shuhaib, dulu kamu datang kepada kami tanpa harta. Sekarang kamu hendak pergi hijrah sambil membawa pergi hartamu? Hal ini tidak boleh terjadi.”

“Apakah kalian menerima tawaranku?”

Tentara Quraisy akhirnya tertarik dan sepakat untuk melepaskan Shuhaib sekaligus menerima imbalan harta. Reputasi Shuhaib sebagai orang jujur selama ini telah membuat tentara Quraisy itu percaya bahwa Shuhaib tak akan berbohong.

Setelah kaum Quraisy balik arah, lalu melanjutkan perjalanan seorang diri hingga menyusul Rasulullah yang sedang berada di Quba’.

Waktu itu Rasulullah sedang duduk dikelilingi para sahabat. Ketika mendengar salam dari Shuhaib, Nabi langsung berseru gembira, “Beruntung perdaganganmu, hai Abu Yahya!” Ucapan itu diulangnya sampai dua kali.

Beberapa saat kemudian turunlah Surat Al-Baqarah ayat 207. Ibnu Abbas, Anas bin Musayyab, Abu Utsman an-Nahdiy, Ikrimah, dan yang lain berkata, ayat ini diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala berkenaan dengan peristiwa yang menimpa Shuhaib. Sementara kebanyakan ulama berpendapat, ayat ini umum untuk setiap mujahid yang berperang di jalan Allah, seperti halnya fiman Allah dalam Surat at-Taubah ayat 111: “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji benar Allah dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur`an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain Allah)? Maka bergembiralah dengan jual-beli yang kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.”

Sebuah catatan menunjukkan, Shuhaib baru mengetahui turunnya ayat mengenai dirinya setelah bertemu Umar bin Khattab dan kawan-kawannya di Tharf al-Hurrah. Mereka berkata pada Shuhaib, “Perniagaanmu beruntung.”

“Kalian sendiri bagaimana? Saya tidak merugikan perniagaanmu di jalan Allah. Apa yang kalian maksud dengan perniagaanku beruntung?” tanya Shuhaib.

Para sahabat kemudian memberitahu bahwa Allah telah menurunkan ayat yang berkaitan dengan dia.

Pendamping Setia

Setelah hijrah, Shuhaib menjadi pendamping setia Rasulullah. Ia dikenal berani dan andal menggunakan lembing dan panah.

Shuhaib pernah berkata, “Tidak ada sesuatu peperangan yang dilakukan Rasulullah dengan pihak lain yang aku tidak ada di sampingnya. Tidak pernah suatu perjanjian yang dibuat Rasulullah dengan pihak lain yang aku tidak ada di sampingnya. Tidak pernah suatu angkatan perang yang disiapkan oleh Rasulullah untuk pergi bertempur yang aku tidak ada di dalamnya. Tidak ada sesuatu peperangan yang sedang berkecamuk yang aku tidak ada di kanan kiri baginda. Tidak pernah terjadi sesuatu persiapan untuk mengirim bantuan yang aku tidak hadir di tempat itu. Pendek kata, aku adalah orang yang berdiri di tengah-tengah antara musuh dan Rasulullah.”

Setelah Rasulullah wafat, Shuhaib menyumbangkan baktinya kepada Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar bin Khaththab ketika keduanya menjadi khalifah. Ketika Umar ditikam dari belakang saat memimpin shalat Shubuh, Shuhaib langsung ditunjuk sebagai pengganti imam.

Kata Umar, “Shalatlah kalian bersama Shuhaib.” Padahal saat itu kaum Muslimin belum memutuskan siapakah yang bakal menggantikan Umar sebagai khalifah.

Selanjutnya, Umar berkata, “Jangan kalian takut kepada Shuhaib karena dia seorang maula (hamba yang dimerdekakan). Dia tidak akan memperebutkan jabatan khalifah ini.”*


Sumber : www.hidayatullah.com

ADAB MELAMAR

Islam memerintahkan umatnya melangsungkan pernikahan. Namun untuk menuju ke sana ada proses yang harus dilalui, yaitu lamaran. Secara umum, kegiatan ini dilakukan oleh pihak lelaki kepada pihak wanita, walaupun boleh bagi wali wanita untuk menawarkan anaknya kepada seorang lelaki yang dianggap pantas dan baik agamanya.
Berkaitan dengan hal ini ada beberapa adab yang harus diperhatikan:
1.Melihat Calon
Melihat yang dimaksudkan yaitu melihat wanita yang ingin dinikahi berdasar aturan syar’i. Dari Anas bin Malik, ia berkata, ”Mughirah bin Syu’bah berkeinginan menikahi seorang perempuan. Lalu Rasulullah bersabda, ‘Pergilah untuk melihatnya, karena dengan melihat akan memberikan jalan untuk dapat lebih membina kerukunan antara kamu berdua.’ Lalu ia melihatnya, kemudian menikahinya dan ia menceritakan kerukunannya dengan perempuan itu.” (Riwayat Ibnu Majah).
Imam Ibnul Qoththon Al-Fasy berkata, “Jika sang pelamar telah mengetahui bahwa wanita tersebut tidak mau menikah dengannya dan walinya juga tidak menerima lamarannya, ketika itu ia tidak boleh (melanjutkan) memandang, walaupun dia tadi telah melamar. Karena dia hanya boleh memandang sebagai sebab dari berlangsungnya pernikahan. Jika dia sudah yakin akan penolakannya (wanita atau walinya), hukum memandang kembali kepada hukum asal.”
2. Beristikharah
Jika proses melihat (nazhar) sudah selesai, disunnahkan bagi keduanya shalat istikharah. Rasulullah mengutus Zaid bin Haritsah untuk melamar Zainab Radhiallahu ‘anha-, maka Zainab berkata, “Saya tidak akan melakukan sesuatu apapun kecuali dengan perintah Tuhanku.” Maka beliaupun (Zainab) berdiri dan melaksanakan shalat di masjidnya. (Riwayat Muslim)
3. Tidak Melamar Wanita yang Telah Dilamar Lelaki Lain
Dari Abu Hurairah, ia berkata, ”Rasulullah bersabda, ‘Seorang lelaki tidak boleh meminang perempuan yang telah dipinang saudaranya.” (Riwayat Ibnu Majah). Kecuali jika pelamar pertama meninggalkan lamarannya atau mengizinkannya. Hal ini sebagaimana terjadi pada sahabiyah Fathimah bintu Qois tatkala dia sudah lepas dari ‘iddah thalaqnya, Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Abu Jahm bersamaan melamarnya. (Riwayat Bukhari).
4. Merahasiakan Pelamarannya
Rasulullah bersabda, ”Kumandangkanlah pernikahan dan rahasiakanlah peminangan.” (Riwayat Ummu Salamah)
5. Wanita yang Dilamar Terbebas dari Segala mawani` (pencegah) Pernikahan
Misalnya dia masih menjadi istri seseorang. Atau sudah dicerai atau ditinggal mati suaminya, namun masih dalam masa `iddah.
6. Wanita Boleh Melamar
”Dari Tsabit, ia berkata, ‘Kami duduk bersama dengan Anas bin Malik yang di sebelahnya ada seorang anak perempuannya. Lalu Anas berkata, ”Datanglah seorang perempuan kepada Nabi, lalu ia menawarkan dirinya kepada beliau, kemudian perempuan itu berkata, ”Wahai Rasulullah maukah tuan mengambil diriku? Kemudian anak perempuan Anas menyeletuk, ”Betapa tidak malunya perempuan itu!” Lalu Anas menjawab, ”Perempuan itu lebih baik daripada kamu.” Ia menginginkan Rasulullah, karena itu ia menawarkan dirinya kepada beliau”. (Riwayat Ibnu Majah).
Hal ini menunjukkan wanita tidak hanya berhak dilamar, tetapi juga memiliki hak untuk melamar lelaki yang disukainya. Namun ada catatannya, hendaknya hal ini tidak dilakukan kecuali oleh seorang wanita yang merasa aman dari fitnah. Demikian pula pihak lelakinya.
Demikianlah beberapa adab dalam melamar menurut Islam. Semoga bermanfaat. Amin *Bahrul Ulum/Suara Hidayatullah